Sejarah Gunung Ciremai - Kuningan, Jawabarat
Sosok Gunung Ciremai, atau sering juga disebut Cereme, Careme, atau Cerme,
memang bagaikan sesosok raksasa yang berdiri menjulang di tengah-tengah dataran
rendah kawasan pantai utara Jawa Barat bagian timur. Tingginya yang mencapai
3.078 meter di atas permukaan laut (m dpl) atau 2.578 meter di atas Kota
Kuningan membuatnya menjadi gunung tertinggi di seantero Jawa Barat dan Banten.
Gunung Ciremai dikategorikan sebagai gunung api kuarter Tipe A berbentuk strato
yang masih berstatus aktif. Status aktif Tipe A yang dimilikinya, membuat
Ciremai adalah satu dari 80 gunung api sejenis yang tersebar di seluruh
Indonesia dan satu di antara gunung api teraktif di Pulau Jawa. Ciremai juga
termasuk dalam ratusan gunung api yang membentuk cincin api (ring of fire), yaitu
rangkaian gunung api aktif yang berbentuk seperti rantai cincin mengelilingi
Samudra Pasifik. Namun, jika dibanding gunung-gunung api aktif lainnya di Jawa dan Indonesia,
Ciremai termasuk memiliki tabiat yang paling kalem dan ramah, karena sejak
letusan pertama yang tercatat dalam sejarah pada tahun 1698 lalu, gunung
tersebut tidak pernah mengeluarkan kekuatan yang terlalu berlebihan sehingga
menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa manusia. Menurut Data Dasar Gunung Api di Indonesia yang dimiliki Direktorat Vulkanologi
dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG), selama kurun waktu 400 tahun terakhir,
Gunung Ciremai hanya meletus sebanyak tujuh kali, tanpa data pasti jumlah
korban jiwa yang ditimbulkan. Bandingkan dengan Gunung Merapi di Jawa Tengah
yang telah meletus 28 kali hanya dalam kurun waktu 130 tahun dan menewaskan
ribuan jiwa. Letusan pertama Gunung Ciremai tercatat terjadi pada 3 Februari
1698. Pada waktu itu, digambarkan sebuah gunung besar di Cirebon telah roboh
dan menyebabkan permukaan air di sungai-sungai mendadak naik sehingga
menyebabkan korban jiwa, tanpa data jumlah korban yang jelas. Letusan itu disusul letusan kecil pada 11-12 Agustus 1772, 1775, dan April
1805. Ketiganya tanpa menimbulkan jatuhnya korban jiwa atau kerusakan yang
berarti. Tahun 1917 terjadi semburan uap belerang di dinding selatan gunung
yang dikategorikan dalam letusan, kemudian pada September 1924 terjadi tembusan
fumarola kuat di bagian barat kawah dan dinding pemisah kawah. Letusan besar
terakhir tercatat pada periode 24 Juni 1937 7 Januari 1938, berupa letusan
preatik dari kawah pusat dan celah-celah radial di dalam perut gunung. Meski
tidak jatuh korban jiwa maupun kerusakan berat, tetapi abu vulkanik yang
dimuntahkan gunung tersebut tercatat jatuh tersebar di kawasan seluas 52.500
kilometer persegi. Padahal, bagaimanapun juga, harus tetap disadari bahwa Gunung Ciremai adalah
gunung berapi aktif. Bahkan, DVMBG hingga saat ini masih menetapkan sedikitnya
tiga daerah kawasan rawan bencana (KRB) dengan tingkat-tingkat risiko masing-masing.
KRB I atau Daerah Bahaya adalah daerah dengan radius 5 kilometer dari pusat
kawah gunung yang kemungkinan bakal diterjang lahar panas maupun dingin, awan
panas, dan jatuhan piroklastik berat, seperti batu-batuan dan bongkahan mineral
dari perut gunung pada waktu meletus. Daerah ini meliputi luas wilayah sekitar
145,3 km persegi.
KRB II atau Daerah Waspada adalah daerah dengan radius 8 km dari kawah gunung
dan merupakan daerah berisiko terkena lontaran material piroklastik dari dalam
kawah dan rawan diterjang lahar hujan atau lahar dingin. Daerah Waspada ini
meliputi luas wilayah sebesar 187,8 km persegi.
Hutan Lindung
Kawasan Gunung Ciremai merupakan kawasan Hutan Lindung/Tutupan yang ditunjuk
oleh Pemerintah Hindia Belanda dan disahkan pada tanggal 28 Mei 1941 dengan
fungsi utama pengaturan tata air, pencegah erosi, sedimentasi, longsor, banjir
dan bencana alam akibat letusan gunung merapi, menjaga kesuburan tanah areal di
bawahnya dan kelestarian flora dan fauna di dalam ekosistemnya.
Hutan Produksi dan Hutan Lindung
Seiring dengan perkembangan periode pengelolaan hutan di Indonesia, pada
tanggal 10 Maret 1978, Kawasan Hutan Gunung Ciremai telah ditunjuk menjadi
hutan produksi wilayah kerja unit produksi (Unit III) Perum Perhutani dengan SK
Menteri Pertanian Nomor 143/Kpts/Um/3/1978. Dengan perubahan status kawasan
menjadi hutan produksi menyebabkan terganggunya fungsi utama kawasan Gunung
Ciremai karena terdapat pengelolaan tanah secara intensif dan penebangan hutan
alam yang diganti dengan pohon pinus sehingga mengurangi habitat tumbuhan dan
satwa liar. Pada tanggal 4 Juli 2003 Kawasan Hutan Gunung Ciremai yang dikelola
Perum Perhutani berubah status menjadi Hutan Lindung Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri No. 195/Kpts-II/2003.
Taman Nasional
Usulan Bupati Kabupaten Kuningan dan Majalengka yang disetujui DPRD mendapat
respon yang positif sehingga berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.
424/Menhut-II/2004Tanggal 19 Oktober 2004, Perubahan Fungsi Hutan Lindung Pada
Kelompok Hutan Gunung Ciremai Seluas + 15.500 ha Terletak di Kabupaten Kuningan
Dan Majalengka, rovinsi Jawa Barat Menjadi Taman Nasional dan kemudian di
kelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Ciremai sejak akhir tahun 2006.
Sumber Informasi : www.bumikuningan.blogdetik.com
Logo Kota Kuningan Asri (Kampunk Tempat Kelahiran Hendra Zun)
Dan Yank 1 Ini Foto'Nya Yang Punya Kuningan Ni Bro. Asli Urank Sunda -> Bpk. H. Aang Hamid Suganda, S.Sos
Tidak ada komentar:
Posting Komentar